Sabtu, 31 Desember 2011

FRI Gelar Diskusi Tentang RUU Pangan

MAKASSAR, CAKRAWALA –  Fort Roterdam Institute (FRI) Sulsel Indonesia mengadakan Fokus Group Discussion (FGD), terkait rancangan undang-undang pangan, Senin 19 Desember, di Hotel Singgasana Makassar. Diskusi yang mengusung tema Kemandirian Pangan Vs Liberalisasi Pangan, menghadirkan sejumlah narasumber yang dianggap kompeten diantaranya, Usman Rianse, ketua forum rektor 2012, Jangkung Handoyo Mulyo (Dekan pertanian UGM), Ketua program studi Pascasarjana pertanian Unhas, Saleh S Ali, serta Direktur indef Jakarta, Fadhil Hasan.

Menurut Direktur eksekutif fort roterdam institute, Azhar, ide pelaksanaan kegiatan ini berawal dengan adanya kontroversi dan polemik yang terjadi dalam pengesahan RUU pangan. Muncul kekhawatiran pengesahaan RUU tersbut akan menimbulkan polemik.
“Sejumlah kalangan menilai konten-konten pasal dalam RUU pangan tersebut, sarat nuansa liberalisasi dan perancangannya terkesan dipaksakan,” ujar Azhar.
Azis mengatakan, dari beberapa pemateri yang hadir, diharapkan akan melahirkan pandangan-pandangan mengenai keberadaan RUU pangan. Sehingga akan memunculkan referensi baru  dalam melahirkan kesimpulan mengenai RUU tersebut.
 “Semoga FGD ini dapat memberikan jawaban dari kekhawatiran kita bersama mengenai rancangan undang-undang pangan yang akan disahkan oleh panja RUU pangan DPR-RI,”kata Azhar.
Kegiatan ini mendapat respon positif dari sejumlah mahasiswa jurusan pertanian dari berbagai universitas dan komunitas di Makassar. “Kami meminta polemik yang terjadi dalam pengesahan RUU pangan agar dapat diselesaikan secara benar dan mendapat perhatian khusus dari pemerintah,” ujar Zainal salah seorang peserta yang diamini para mahasiswa.
Menanggapi hal itu, Usman Rianse selaku ketua forum rektor 2011 berjanji akan mempresur  RUU pangan tersebut agar ditangani pemerintah untuk secepatnya disahkan.

Terima Kasih AYAH

Biasanya, bagi seorang anak perempuan yang sudah dewasa, yang sedang bekerja diperantauan, yang ikut suaminya merantau di luar kota atau luar negeri, yang sedang bersekolah atau kuliah jauh dari kedua orang tuanya.. akan sering merasa kangen sekali dengan Mamanya.
Lalu bagaimana dengan Papa?

Mungkin karena Mama lebih sering menelepon untuk menanyakan keadaanmu setiap hari, tapi tahukah kamu, jika ternyata Papa-lah yang mengingatkan Mama untuk menelponmu?
Mungkin dulu sewaktu kamu kecil, Mama-lah yang lebih sering mengajakmu bercerita atau berdongeng, tapi tahukah kamu, bahwa sepulang Papa bekerja dan dengan wajah lelah Papa selalu menanyakan pada Mama tentang kabarmu dan apa yang kau lakukan seharian?

Pada saat dirimu masih seorang anak perempuan kecil.. Papa biasanya mengajari putri kecilnya naik sepeda. Dan setelah Papa mengganggapmu bisa, Papa akan melepaskan roda bantu di sepedamu...

Kemudian Mama bilang : "Jangan dulu Papa, jangan dilepas dulu roda bantunya"
Mama takut putri manisnya terjatuh lalu terluka....
Tapi sadarkah kamu?
Bahwa Papa dengan yakin akan membiarkanmu, menatapmu, dan menjagamu mengayuh sepeda dengan seksama karena dia tahu putri kecilnya PASTI BISA.

Pada saat kamu menangis merengek meminta boneka atau mainan yang baru, Mama menatapmu iba. Tetapi Papa akan mengatakan dengan tegas : "Boleh, kita beli nanti, tapi tidak sekarang"
Tahukah kamu, Papa melakukan itu karena Papa tidak ingin kamu menjadi anak yang manja dengan semua tuntutan yang selalu dapat dipenuhi?

Saat kamu sakit pilek, Papa yang terlalu khawatir sampai kadang sedikit membentak dengan berkata : "Sudah di bilang! kamu jangan minum air dingin!".
Berbeda dengan Mama yang memperhatikan dan menasihatimu dengan lembut. Ketahuilah, saat itu Papa benar-benar mengkhawatirkan keadaanmu.

Ketika kamu sudah beranjak remaja.... Kamu mulai menuntut pada Papa untuk dapat izin keluar malam, dan Papa bersikap tegas dan mengatakan: "Tidak boleh!".
Tahukah kamu, bahwa Papa melakukan itu untuk menjagamu? Karena bagi Papa, kamu adalah sesuatu yang sangat - sangat luar biasa berharga..

Setelah itu kamu marah pada Papa, dan masuk ke kamar sambil membanting pintu... Dan yang datang mengetok pintu dan membujukmu agar tidak marah adalah Mama....
Tahukah kamu, bahwa saat itu Papa memejamkan matanya dan menahan gejolak dalam batinnya, bahwa Papa sangat ingin mengikuti keinginanmu, tapi lagi-lagi dia HARUS menjagamu?

Ketika saat seorang cowok mulai sering menelponmu, atau bahkan datang ke rumah untuk menemuimu, Papa akan memasang wajah paling cool sedunia.... :')
Papa sesekali menguping atau mengintip saat kamu sedang ngobrol berdua di ruang tamu..
Sadarkah kamu, kalau hati Papa merasa cemburu?

Saat kamu mulai lebih dipercaya, dan Papa melonggarkan sedikit peraturan untuk keluar rumah untukmu, kamu akan memaksa untuk melanggar jam malamnya
Maka yang dilakukan Papa adalah duduk di ruang tamu, dan menunggumu pulang dengan hati yang sangat khawatir...dan setelah perasaan khawatir itu berlarut- larut... ketika melihat putri kecilnya pulang larut malam hati Papa akan mengeras dan Papa memarahimu.. .

Sadarkah kamu, bahwa ini karena hal yang di sangat ditakuti Papa akan segera datang? "Bahwa putri kecilnya akan segera pergi meninggalkan Papa"
Setelah lulus SMA, Papa akan sedikit memaksamu untuk menjadi seorang Dokter atau Insinyur.
Ketahuilah, bahwa seluruh paksaan yang dilakukan Papa itu semata - mata hanya karena memikirkan masa depanmu nanti...
Tapi toh Papa tetap tersenyum dan mendukungmu saat pilihanmu tidak sesuai dengan keinginan Papa

Ketika kamu menjadi gadis dewasa.... dan kamu harus pergi kuliah dikota lain... Papa harus melepasmu di bandara.
Tahukah kamu bahwa badan Papa terasa kaku untuk memelukmu?
Papa hanya tersenyum sambil memberi nasehat ini - itu, dan menyuruhmu untuk berhati-hati. .
Padahal Papa ingin sekali menangis seperti Mama dan memelukmu erat-erat.
Yang Papa lakukan hanya menghapus sedikit air mata di sudut matanya, dan menepuk pundakmu berkata "Jaga dirimu baik-baik ya sayang".
Papa melakukan itu semua agar kamu KUAT...kuat untuk pergi dan menjadi dewasa.

Disaat kamu butuh uang untuk membiayai uang semester dan kehidupanmu, orang pertama yang mengerutkan kening adalah Papa.
Papa pasti berusaha keras mencari jalan agar anaknya bisa merasa sama dengan teman-temannya yang lain.
Ketika permintaanmu bukan lagi sekedar meminta boneka baru, dan Papa tahu ia tidak bisa memberikan yang kamu inginkan...
Kata-kata yang keluar dari mulut Papa adalah : "Tidak.... Tidak bisa!"
Padahal dalam batin Papa, Ia sangat ingin mengatakan "Iya sayang, nanti Papa belikan untukmu".
Tahukah kamu bahwa pada saat itu Papa merasa gagal membuat anaknya tersenyum

Saatnya kamu diwisuda sebagai seorang sarjana.
Papa adalah orang pertama yang berdiri dan memberi tepuk tangan untukmu
Papa akan tersenyum dengan bangga dan puas melihat "putri kecilnya yang tidak manja berhasil tumbuh dewasa, dan telah menjadi seseorang

Sampai saat seorang teman Lelakimu datang ke rumah dan meminta izin pada Papa untuk mengambilmu darinya.
Papa akan sangat berhati-hati memberikan izin..
Karena Papa tahu.....
Bahwa lelaki itulah yang akan menggantikan posisinya nanti.

Dan akhirnya.... Saat Papa melihatmu duduk di Panggung Pelaminan
bersama seseorang Lelaki yang di anggapnya pantas menggantikannya, Papa pun tersenyum bahagia...

Apakah kamu mengetahui, di hari yang bahagia itu Papa pergi kebelakang panggung sebentar, dan menangis?

Papa menangis karena papa sangat berbahagia, kemudian Papa berdoa.... Dalam lirih doanya kepada Tuhan, Papa berkata: "Ya Tuhan tugasku telah selesai dengan baik.... Putri kecilku yang lucu dan kucintai telah menjadi wanita yang cantik.... Bahagiakanlah ia bersama suaminya..."

Setelah itu Papa hanya bisa menunggu kedatanganmu bersama cucu-cucunya yang sesekali datang untuk menjenguk...

Dengan rambut yang telah dan semakin memutih.... Dan badan serta lengan yang tak lagi kuat untuk menjagamu dari bahaya....

Papa telah menyelesaikan tugasnya....

Papa, Ayah, Bapak, atau Abah kita... Adalah sosok yang harus selalu terlihat kuat... Bahkan ketika dia tidak kuat untuk tidak menangis..

Dia harus terlihat tegas bahkan saat dia ingin memanjakanmu.

Dan dia adalah yang orang pertama yang selalu yakin bahwa "KAMU BISA" dalam segala hal..

Saya mendapatkan notes ini dari seorang teman, dan mungkin ada baiknya jika aku kembali membagikannya kepada teman-teman ku yang lain.

Tulisan ini aku dedikasikan kepada teman-teman wanita ku yang cantik, yang kini sudah berubah menjadi wanita dewasa serta ANGGUN, dan juga untuk teman-teman pria ku yang sudah ataupun akan menjadi ayah yang HEBAT !

Yup, banyak hal yang mungkin tidak bisa dikatakan Ayah / Bapak / Romo / Papa / Papi kita... tapi setidaknya kini kita mengerti apa yang tersembunyi dibalik hatinya ;)

Yes I love you so much, Pa. ..

Ketahanan Pangan tidak Bisa Diserahkan Sepenuhnya ke Daerah

BANDUNG,(PRLM).- Persoalan ketahanan pangan tidak bisa diserahkan sepenuhnya kepada pemerintah tingkat daerah. Pemerintah pusat harus tetap mengambil porsi untuk menjamin ketersediaan pangan di setiap daerah.
“Ada pengelolaan yang harus tetap dilakukan di tingkat pusat. Kalau sepenuhnya diserahkan kepada pemerintah daerah, dikhawatirkan akan jadi bargaining bagi daerah itu,” kata Kepala Puslitbang Inovasi dan Kelembagaan Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat (LPPM) Universitas Padjadjaran, Trisna Insan Noor, di sela Semiloka Perberasan Jawa Barat di Kantor Bappeda Jawa Barat, Selasa (6/12).
Pernyataan tersebut dikemukakan menyusul pro-kontra seputar pembahasan Rencana Undang Undang (RUU) Pangan yang saat ini masih dibahas di tingkat pusat.
Setidaknya ada dua hal yang mendapat reaksi, yaitu pelibatan swasta dalam penyimpanan dan distribusi pangan serta pemberian kewenangan pengelolaan pangan kepada pemerintah daerah.
Trisna menilai, pemerintah pusat harus tetap memiliki porsi untuk mengatur ketahanan pangan. Pasalnya, setiap daerah memiliki kelebihan dan kekurangan berbeda untuk persoalan pangan.
Dia mencontohkan, Jawa Barat selama ini menjadi salah satu penyumbang terbesar produksi beras nasional. Untuk kebutuhan sendiri, Jawa Barat sudah mengalami surplus. Sebaliknya, ada daerah lain yang defisit, membutuhkan beras, tapi produksi tidak memadai.
Dengan gambaran seperti itu, tidak tertutup kemungkinan ada “kekacauan” dalam peta produksi dan distribusi pangan jika kewenangan diserahkan sepenuhnya kepada pemerintah daerah.
Daerah yang unggul dalam produksi pangan strategis seperti beras akan memiliki posisi tawar tinggi dibandingkan daerah lain. Sementara daerah dengan produksi pangan rendah akan kesulitan memenuhi kebutuhan.
Untuk itu Trisna menegaskan, pengaturan produksi dan distribusi pangan sebaiknya masih dalam kewenangan pemerintah pusat. Terlebih karena pangan merupakan komoditas strategis yang berimbas ke banyak persoalan. “Pangan jangan diperlakukan seperti komoditas lain, karena ini juga komoditas politis,” katanya.
Khusus untuk beras, dia mengatakan, pemerintah juga harus memecahkan persoalan kerawanan pangan. Ironisnya, kerawanan pangan justru kerap terjadi di daerah sentra produksi.
Kondisi itu terjadi karena mobilitas beras cenderung tinggi. Beras dari sentra produksi biasanya cepat beralih ke daerah lain, misalnya sentra perdagangan beras Cipinang. Ini berpotensi membuat daerah sentra kekurangan beras karena stok kosong.
Di sisi lain, dia mengatakan, kerawanan pangan juga berkaitan dengan pola pertanian. Saat ini, sebagian besar petani juga berperan sebagai konsumen. Mereka menjual gabah hasil produksi untuk kemudian dibelikan beras dengan kualitas yang disesuaikan dengan daya beli.
Mengenai perberasan, hal senada dikatakan Ketua Harian DPD Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Jabar Entang Sastraatmadja. Dilihat dari angka statistik, sebenarnya Jawa Barat hampir selalu mengalami surplus.
Tahun ini, diperkirakan surplus mencapai 2,2 juta ton. Angka tersebut diperoleh dari asumsi kebutuhan per kapita sekitar 105 kg per kapita per tahun. Dikalikan jumlah penduduk, total kebutuhan mencapai 4,7 juta ton beras, dengan total produksi 6,9 juta ton beras.
Namun angka tersebut tidak menjamin penduduk Jawa Barat benar-benar “aman” untuk pemenuhan kebutuhan beras. Tidak semua beras hasil produksi dinikmati warga Jawa Barat. Salah satu persoalannya adalah kedaulatan petani. Sekitar 90 persen petani Jawa Barat adalah petani “gurem” atau buruh tani, dengan lahan di bawah 0,25 hektare dengan kesejahteraan terbilang rendah.

Aturan Pangan Tergesa-Gesa

KENDATI masih menjadi pro dan kontra, proses RUU Pangan yang saat menjadi pembahasan di DPR terus bergulir, bahkan dalam waktu yang tidak terlalu lama lagi akan berujung pada pengesahan.

Menyikapi hal itu Ronnie Natawijaya, Direktur Pusat Penelitian, Kebijakan dan Agribisnis Pangan Universitas Pajajaran, Bandung menyarankan agar rencana pengesahan RUU Pangan ditangguhkan dulu, karena masih banyak sisi abu-abu dan lubang-lubang yang bisa dimanfaatkan untuk kepentingan tertentu. "Kesannya terburu-buru, padahal urusan pangan ini sangat vital bagi rakyat. Ada apa ini?" kata jebolan S3 bidang ekonomi Pertanian Universitas of Hawai, Amerika di Jakarta, Kamis (10/11).

Tiba-tiba saja, menurut Ronnie, RUU Pangan sudah memasuki proses pembahasan oleh pemerintah, dan tinggal satu pintu lagi untuk pengesahannnya. "Padahal, kami dari pihak Perguruan Tinggi belum diminta masukan. Saya menanyakan kepada teman-teman pakar pangan atau ekonomi pertanian di berbagai Perguruan Tinggi di Indonesia, banyak yang belum dilibatkan," ujarnya. Karena itu, Ronny menyarankan DPR selaku inisiator RUU Pangan menunda dulu pengesahan dan melakukan sosialisasi kepada seluruh stakeholder kebijakan pangan.

Menanggapi tantangan DPR agar pihak kampus membuat draf tandingan, menurut Ronnie, tidak perlu sampai demikian. Tantangan itu ibarat membuka peluang yang muskil untuk dijalani. Bukan berarti para pakar dari kampus tidak mampu membuat draf tandingan, namun Ronnie lebih memilih opsi "memberikan masukan" secara ilmiah, agar UU tentang Pangan nantinya tidak malah melenceng dari konsep ketahanan pangan yang sedang dibangun negeri ini.

Ronnie mengaku skeptis dengan isi RUU Pangan yang sekarang sedang digodok oleh DPR dan pemerintah. Sebab, beberapa pasal dalam RUU mengandung muatan desentralisasi yang sangat kuat. "Hal itu membuka peluang elite-elite daerah, mengatas namakan rakyat, melakukan importasi komoditas pangan utama demi keuntungan kelompoknya. Akhirnya RUU Pangan membuka peluang korupsi di daerah," katanya mengungkapkan.

Pernyataan Ronnie itu bukan tanpa dasar. Dari pengalamannya melakukan riset ekonomi pertanian di daerah-daerah, kemampuan pemerintah daerah dalam mengemas kebijakan pangan dan pertanian masih sangat lemah. Hal itu juga tercermin dari sistem otonomi daerah yang dibangun saat ini, terbukti masih diselimuti persoalan. “Dari hasil riset saya terungkap bahwa hanya 10 dari ratusan pemerintah kota dan kabupaten yang memiliki konsen (perhatian) dan memahami potensi pertanian di daerahnya,‘ kata Ronnie.

Terkait misi menggiatkan upaya diversifikasi dan menggali potensi pangan di daerah, Ronnie mengaku sangat setuju dengan maksud tersebut. Dengan catatan, daerah sudah mampu mengatasi kelemahan SDM dan insfrastruktur sudah siap.

Namun, menurutnya, belum saatnya daerah diberi wewenang penuh mengurusi kebijakan pangan. Jika ini dipaksakan, kata Ronnie, dikhawatirkan akan menambah persoalan. "Pemerintah daerah hanya akan mengejar PAD tinggi, sementara petani tetap terabaikan," katanya menegaskan.

Dalam bahasa Ronnie, desentralisasi pangan belum saatnya diterapkan, karena di daerah masih dalam proses menuju demokrasi. "Nanti kalau sudah lebih dewasa dalam berpolitik, sumber daya manusianya juga sudah memadahi, saya setuju jika kebijakan pangan didesentralisasikan," ungkapnya.

Urgensinya, kata Ronnie, bukan pada semangat desentralisasi pangan. Tapi memperbaiki otoritas pangan sesuai dengan kewenangannya. Misalnya, antara regulator dan operator masih belum bersinergi. Kerjasama antar lembaga harus tdibangun dengan misi menyejahterakan rakyat. "Sebagai contoh, saat ini antara Badan Ketahanan Pangan yang berada di bawah Kementerian Pertanian belum bersinergi dengan Kementerian Perdagangan dan Bulog," ungkap Ronnie.

Pada dasarnya, Ronnie menilai, ketersediaan pangan di Indonesia tidak buruk. "Tinggal membereskan instrumen yang kami istilahkan sebagai food goverment dan membangun leadership tanpa harus merombak kelembagaan yang sudah ada. Sebab, merombak kelembagaan itu memerlukan biaya tinggi. Mengapa tidak mengoptimalkan yang sudah ada saja?" kata Ronnie.

sumber : www.jurnas.com

Keberingasan Aparat (foto)





Focus Group Discussion (FGD) RUU PANGAN FRI

peserta FGD RUU Pangan FRI
peserta FGD RUU Pangan FRI
 Ketua FORUM REKTOR 2012 & Dr.Jangkung Handoyo
 Direktur EKSEKUTIF FRI
Narasumber FGD RUU Pangan FRI

PRO KONTRA RUU PANGAN

JAKARTA - DPR diminta untuk menangguhkan terlebih dahulu pengesahan Rancangan Undang-Undang Pangan menjadi Undang-Undang. Alasannya, masih banyak sisi abu-abu dan lubang-lubang yang bisa dimanfaatkan untuk kepentingan tertentu. Termasuk oleh para ‘pemain politik’ untuk mencari rente alias dana partai.

"Kesannya terburu-buru, padahal urusan pangan ini sangat vital bagi rakyat. Ada apa ini?” ujar Direktur Pusat Penelitian, Kebijakan dan Agribisnis Pangan Universitas Padjajaran, Bandung Ronnie Natawijaya yang merupakan alumni S3 bidang ekonomi Pertanian Universitas of Hawai, Amerika, itu, di Jakarta, Sabtu (12/11/2011).

Tiba-tiba saja, menurut Ronnie, RUU Pangan sudah memasuki proses pembahasan oleh pemerintah, dan tinggal satu pintu lagi untuk pengesahannnya.

"Padahal, kami dari pihak perguruan tinggi belum diminta masukan. Saya menanyakan kepada teman-teman pakar pangan atau ekonomi pertanian di berbagai perguruan tinggi di Indonesia, banyak yang belum dilibatkan,” ujarnya.

Karena itu, dia menyarankan DPR selaku inisiator RUU Pangan menunda dulu pengesahan dan melakukan sosialisasi kepada seluruh stakeholder kebijakan pangan.

Menanggapi tantangan DPR agar pihak kampus membuat draft tandingan, menurut Ronnie, tidak perlu sampai demikian. Tantangan itu ibarat membuka peluang yang muskil untuk dijalani.

Bukan berarti para pakar dari kampus tidak mampu membuat draf tandingan, namun Ronnie lebih memilih opsi memberikan masukan secara ilmiah, agar UU tentang pangan nantinya tidak malah melenceng dari konsep ketahanan pangan yang sedang dibangun negeri ini.

Ronnie mengaku skeptis dengan isi RUU Pangan yang sekarang sedang digodok oleh DPR dan pemerintah. Sebab, menurutnya, beberapa pasal dalam RUU tersebut mengandung muatan desentralisasi yang sangat kuat.

"Hal itu membuka peluang elit-elit daerah, mengatas namakan rakyat, melakukan importasi komoditas pangan utama demi keuntungan kelompoknya. Akhirnya RUU Pangan membuka peluang korupsi di daerah," ungkapnya.

Pernyataan Ronnie itu bukan tanpa dasar. Dari pengalamannya melakukan riset ekonomi pertanian di daerah-daerah, kemampuan pemerintah daerah dalam mengemas kebijakan pangan dan pertanian masih sangat lemah. Hal itu juga tercermin dari sistem otonomi daerah yang dibangun saat ini, terbukti masih diselimuti persoalan.

"Dari hasil riset saya terungkap bahwa hanya 10 dari ratusan pemerintah kota dan kabupaten yang memiliki konsen (perhatian) dan memahami potensi pertanian di daerahnya,” ujar Ronnie.

Terkait misi menggiatkan upaya diversifikasi dan menggali potensi pangan di daerah, Ronnie mengaku sangat setuju dengan maksud tersebut. Dengan catatan, daerah sudah mampu mengatasi kelemahan SDM dan insfrastruktur sudah siap.

Namun, menurutnya, belum saatnya daerah diberi wewenang penuh mengurusi kebijakan pangan. Jika ini dipaksakan, kata Ronnie, dikhawatirkan akan menambah persoalan. “Pemerintah daerah hanya akan mengejar PAD tinggi, sementara petani tetap terabaikan,” tegasnya.

Dalam bahasa Ronnie, desentralisasi pangan belum saatnya diterapkan saat ini, karena di daerah masih dalam proses menuju demokrasi. “Nanti kalau sudah lebih dewasa dalam berpolitik, sumberdaya manusianya juga sudah memadahi, saya setuju jika kebijakan pangan didesentralisasikan,” ungkapnya.

Urgensinya, kata Ronnie, bukan pada semangat desentralisasi pangan. Tapi memperbaiki otoritas pangan sesuai dengan kewenangannya. Misalnya, antara regulator dan operator masih belum bersinergi. Kerja sama antarlembaga harus dibangun dengan misi menyejahterakan rakyat.

“Sebagai contoh, saat ini antara Badan Ketahanan Pangan yang berada di bawah Kementerian Pertanian belum bersinergi dengan Kementerian Perdagangan dan Bulog,” ungkap Ronnie.

Pada dasarnya, Ronnie menilai, ketersediaan pangan di Indonesia tidak buruk. “Tinggal membereskan instrumen yang kami istilahkan sebagai food goverment dan membangun leadership tanpa harus merombak kelembagaan yang sudah ada. Sebab, merombak kelembagaan itu memerlukan biaya tinggi. Mengapa tidak mengoptimalkan yang sudah ada saja?” kata Ronnie.
Seluruh Fraski DPR RI menyetujui hasil Pengharmonisasian, Pembulatan dan Pemantapan konsepsi RUU tentang Pangan yang telah dihasilkan oleh Panitia Kerja (Panja) RUU Pangan untuk diajukan pada Rapat Paripurna DPR sebagai usul inisiatif Komisi IV.
            Keputusan ini disampaikan pada Rapat Pleno Baleg, Senin (24/10) yang dipimpin Ketua Badan Legislasi Ignatius Mulyono.
            Dalam laporannya, Ketua Panja RUU Pangan yang juga Wakil Ketua Baleg, Ida Fauziah mengatakan Pengharmonisasian, Pembulatan dan Pemantapan konsepsi RUU tentang Pangan telah dilakukan Panja dengan mengadakan pembahasan secara intensif dan komprehensif melalui konsinyering baru-baru ini.
            Hal-hal pokok yang mengemuka dalam pembahasan RUU Pangan dan kemudian disepakati dalam Rapat Panja diantaranya adalah dalam aspek menimbang penegasan tentang perlunya UU Nomor 7 tahun 1996 tentang Pangan diganti dengan UU yang baru karena tidak lagi sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
Selain itu, perlu dilakukan penyempurnaan terhadap Pasal 23 sampai dengan Pasal 60 yang mengatur cadangan pangan, pemasukan dan pengeluaran pangan ke dan dari Indonesia, penganekaragaman pangan, krisis pangan dan keterjangkauan pangan melalui restrukturisasi pasal, penyempurnaan konsepsi pasal tanpa mengubah substansi dan perubahan teknis redaksional sesuai dengan UU Nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
Panja juga menyepakati untuk menyempurnakan Pasal 67, Pasal 70, Pasal 71, Pasal 76, Pasal 79, Pasal 82, Pasal 84 dengan menambahkan sanksi administratif. Perlunya Pasal 106  diberi penegasan tentang tugas dan wewenang Badan Otoritas Pangan (BOP) yang akan dibentuk.
Ida mengatakan, pembahasan yang sangat krusial dan mendalam dalam RUU Pangan adalah terkait dengan norma kelembagaan (Bab X Pasal 105 – Pasal 109) yang mengamanatkan pembentukan lembaga baru yaitu Badan Otoritas Pangan (BOP).
Tetapi, kata Ida, mengingat BOP tersebut merupakan hasil integrasi/peleburan dari Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian, Dewan Ketahanan Pangan dan Badan Usaha Logistik (Bulog), maka rumusan RUU hasil  Pengharmonisasian, Pembulatan dan Pemantapan konsepsi terkait dengan norma kelembagaan dapat disepakati sebagai bagian yang relevan dan strategis. Karena itu, aspek kelembagaan dapat disetujui sebagai bagian dari rumusan norma RUU.
Dalam Pandangan Mini Fraksi yang disampaikan pada Rapat Pleno tersebut, Fraksi Partai Demokrat, Fraksi Partai Gerindra dan Fraksi Partai Hanura menyetujui RUU yang telah diharmonisasi ini diajukan ke Rapat Paripurna tanpa catatan khusus.
Terhadap hasil harmonisai ini F-PKB memberikan catatan agar Badan Otoritas Pangan yang didalamnya dapat melakukan kerjasama dengan BUMN, agar BUMN yang diberi tugas oleh BOP sedapat mungkin bekerjasama dengan lembaga-lembaga pertanian di masyarakat, seperti kelompok petani, organisasi petani dan sebagainya, dan tidak lebih bekerjasama dengan pengusaha-pengusaha di dalam negeri.
Fraksi PAN menekankan Pasal-pasal yang sudah diharmonisasi agar dipertahankan agar substansinya tidak melebar kemana-mana.
Fraksi PPP berpendapat untuk mewujudkan swasembada pangan yang berkelanjutan  maka diperlukan sistem perlindungan pangan  baik bagi produsen pangan, konsumen pangan dan distribusi pangan dengan harga yang terjangkau serta juga memperhatikan keyakinan masyarakat Indonesia mengenai pangan.
Salah satu upaya untuk membangun sistem pangan tersebut melalui penyusunan perubahan UU tentang Pangan.
Sementara Fraksi Partai Golkar mendukung RUU yang memberikan perlindungan kepada petani dan ketersediaan pangan ini. F-PG memberikan beberapa catatan diantaranya mendorong perluasan definisi tentang pangan, strategi ketahanan pangan harus digambarkan dengan jelas dalam RUU ini.
Catatan lainnya, pangan dan otonomi daerah perlu mendapat kajian lebih kuat, terkait dengan kelembagaan pangan harus didasari oleh sistem pertanian tradisional dengan dukungan jutaan petani. Oleh sebab itu, sistem tradisional harus betul-betul dapat dipadukan dengan sistem modern yang ada sehingga ketahanan ini betul-betul mendapat support yang sangat kuat dari pihak pemakai, penyedia dan dari pihak pemerintah itu sendiri.
F-PG berharap revisi UU ini bukan untuk melakukan tinjauan kembali terhadap paradigma pembangunan pangan nasional, tetapi juga dapat merumuskan pokok-pokok kebijakan dan landasan hukum yang pada akhirnya dapat meningkatkan daya efisiensi dan modernisasi daripada daya saing terhadap pangan tersebut.
F-PKS memandang bahwa materi muatan dalam UU Pangan sifatnya masih sangat umum dan banyak dilakukan pendelegasian, pengaturan yang mengakibatkan banyak ditemui kendala dalam pelaksanaannya, terutama dalam hal penegakan hukum menyangkut penerapan sanksi yang relatif masih rendah dan ini dikhawatirkan tidak menimbulkan efek jera.
Oleh karenanya, F_PKS mendorong perlu diatur secara lebih tegas ketentuan pidana atas pelanggaran ketentuan perundangan selain sanksi administrasi dalam RUU ini.
Catatan ke dua, F-PKS mendukung diaturnya tentang cadangan pangan nasional sebagai persediaan pangan di seluruh pelosok wilayah Indonesia untuk konsumsi manusia, bahan baku industri dan untuk menghadapi keadaan darurat yang sejalan dengan UU Nomor 11 tahun 2005 tentang Pengesahan Kovenan Internasional Tentang Hak-Hak Ekonomi, Sosial, Dan Budaya.